Kamis, 10 Maret 2016

"Stop Khayal, Start Amal" and its all about you.

Tak terlukiskan tentang perasaan. Meskipun ribuan kata bahkan ratusan kalimat ku sampaikan dalam sekali perjumpaan, rasanya takkan cukup meluahkan segala hal yang selama ini aku pendam. Ada hasrat yang sebenarnya ingin terkatakan. Ada ingin yang sebenarnya selalu terpanjatkan. Dan pada akhirnya, aku tetap hanya bisa diam dan menahan.

Perjumpaan pertama kita adalah ketidaksengajaan yang menjadi bagian skenario yang telah Allah subhanahu wa ta’ala tuliskan. Skenario perjumpaan yang disebabkan karena berada dalam satu ruang lingkup dunia perkuliahan kala itu, membuatku sedikit gugup saat melihatmu melintas di lorong depan kelas.

Saat itu, kita mungkin hanya mengenal sebatas nama saja, sebatas mengetahui bahwa engkau adalah senior dan aku adalah junior. Kita saling menghormati dan hanya berkomunikasi tak lebih karena urusan organisasi. Satu hal yang ku tahu saat itu, engkau adalah sosok murah senyum yang tidak tinggi hati.

Masa perkuliahan semester awal sempat membuatku hampir “melambaikan tangan ke kamera” karena tak sanggup. Ritme nya sungguh berbeda dari masa sekolah dulu. Terlebih kesibukan organisasi yang hampir seperti lalu lintas di ibu kota pukul tujuh pagi, yang ruwet, macet dan sungguh menaikkan emosi. Ya, di tahap awal memang adaptasi adalah hal terpenting yang wajib dilewati, dengan keikhlasan dan tanpa mengeluh tentunya.

Masa adaptasi terasa mudah dilalui dengan adanya teman-teman dan sahabat yang selalu saling support saat terjatuh dan saling menguatkan saat sama-sama berdiri. Suka dan duka yang pernah dilalui bersama mereka, malaikat tanpa sayap yang kupanggil sahabat itu, akan selalu jadi memori manis yang dikenang sepanjang hidup.

Memori indah lainnya, adalah mengenalmu. Aku bersyukur dipertemukan denganmu, salah satu sebab cerahnya pagi ku yang kadang suntuk, salah satu sebab bersinarnya siangku yang kadang menyengat dan salah satu sebab setiap hari sibuk nan padat merayap dapat terlalui dengan ringan. Mengenalmu, adalah hal yang indah. Mengingat setiap hari yang memiliki kisah denganmu, sering membuatku geli sendiri.

Aku bukan tipe orang yang mudah jatuh hati. Bahkan terkadang, aku sedikit anti untuk mengenal “dekat” seorang laki-laki. Masa transisi saat aku mengenakan hijab pada bulan Februari 2010, membuatku sangat selektif tentang pergaulan dengan lawan jenis. Sebab Bapak (panggilan untuk ayahku), selalu berpesan untuk menjaga diri dengan baik karena aku seorang wanita yang dapat menjadi sebesar-besarnya fitnah bagi dunia.

Sekuat-kuatnya aku menahan debaran yang bergejolak dalam dada, pada akhirnya aku pun perempuan yang punya hati dan suatu hari bisa runtuh juga. Pertemuan yang diawali benih kekaguman itu akhirnya berbuah menjadi perasaan lain yang aku tak tau pasti itu apa. Aku sudah berkomitmen tidak akan pacaran sampai halal, inshaAllah.

Olehnya, dari hari pertama perjumpaan itu hingga tahun-tahun berikutnya, aku selalu berusaha menahan. Hingga suatu masa, setelah sekian lama mengenal tanpa ikatan apapun dan hanya berstatus teman, akhirnya ia mengungkapkan perasaan yang ternyata juga ia pendam selama ini.

MashaAllah. Jantungku berdebar hebat saat mendengar pernyataan “maut” itu. Rasanya aku tak ingin mendengarnya. Karena pada masa itu, kami sama-sama masih menempuh pendidikan. Bisa dibilang, tidak ada dari kami yang siap memulai hubungan yang lebih serius kalaupun kami menyatakan memiliki perasaan yang sama. Keseriusan hanya dapat dibuktikan dengan keinginan menikah. Jika bukan menikah, maka bagiku itu hanya main-main belaka. Cinta-cintaan anak muda yang tak tahu kemana ujungnya. Aku tak ingin seperti itu, aku inginkan cinta yang halal dan diberkahi Allah.

Jadi, aku hanya diam seribu bahasa. Dan dia pun tak menginginkan jawaban apapun dariku, hanya sekedar pernyataan saja. Tapi tidakkah dia tahu, pernyataannya itu dapat meluluhlantakkan pertahananku.

Aku harus istiqomah, begitupun dia. Karena hubungan yang kami jalin ini bukan untuk melalaikan keimanan apalagi menggeser yang haram menjadi halal. Pacaran itu haram, kami sama-sama tahu dalilnya. Oleh sebab itu pula, kami hingga saat ini belum pernah berpacaran dengan siapapun. Yang kuharapkan, semuanya dapat terjaga hingga waktu indah yang telah Allah tuliskan di lauhul mahfudz itu tiba.

Dan lagi-lagi hingga saat ini, aku hanya menahan. Menahan keinginan bersamanya di masa ini dengan buncahan harap kebersamaan di masa depan.

Aku percaya yang Maha Mengetahui, lebih paham perihal kepada siapa kelak aku pantas disandingkan.
Menahan hal-hal yang seharusnya tak dilakukan di masa pemantasan.
Menahan yang haram dilakukan sebelum halal.
Tiap kata-kata, tatapan, apalagi tingkah yang harusnya tak dilakukan kepada yang bukan mahram.
Karena aku yakin dan percaya, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, hanya menyandingkan yang baik dengan yang baik pula.

Seperti firman Allah dalam Q.S An-Nur ayat 26:
لِلطَّيِّبَاتِ.اَلْخـَبِيـْثــاَتُ لِلْخَبِيْثـِيْنَ وَ اْلخَبِيْثُــوْنَ لِلْخَبِيْثاَتِ وَ الطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَ الطَّيِّبُوْنَ

Artinya: “ Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang .baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik.

Kalaupun ada yang dapat terkatakan, hanyalah untaian kalimat yang tak pernah sampai kepada pemiliknya ini dapat menjadi luahan isi hati yang terakhir kali untuknya di masa pemantasan yang sedang dilalui ini,

^^
Duhai engkau yang ku harap tak lagi memenuhi relung pikiran
Duhai engkau yang ku harap selalu terjaga dalam kebaikan
Duhai engkau, manusia baik yang senyumnya menghangatkan
Duhai engkau yang saat ini, bahkan menanyakan kabar pun rasanya kaku dan tak mampu
Bukan karena tak mau, tapi malu
Malu Karena belum tentu yang tertulis di lauhul maufuz untukku adalah namamu
Jadi cukuplah dalam diam ku simpan inginku yang terkadang menggebu-gebu
Semua yang seakan tertahan di dasar yang paling dalam

^^

Memang benar, persoalan memantaskan diri itu seharusnya yang menjadi pokok persoalan Jadi, pantaskan diri sendiri dan berharap hanya kepada Maha Mengabulkan
Jangan lagi berkhayal yang dapat menghabiskan nilai-nilai amal
Selesai sampai disitu

Seharusnya memang perasaan itu tersimpan dalam-dalam, hingga waktu menjawabnya dengan sebuah mahligai pernikahan
Entah itu kita disatukan atau dipisahkan

Dari bumi khatulistiwa  di malam yang pekat ini dengan Allah subhanahu wa ta’ala menjadi saksi, aku memilih meninggalkan.
~

Aku telah memilih meninggalkan karena kau sadar kita belum dapat menghalalkannya saat ini. Apapun yang aku dan engkau harapkan hari ini, bisa saja berubah esok hari. Kita hanyalah manusia dan hamba dari Sang Pembolak-Balik Hati.

Kita tidak tahu apa yang akan terjadi besok, masih hidupkah kita, masihkan kita diberi kesempatan untuk berada di dunia. Maka aku sudahi segala kegalauan selama ini yang telah memenuhi rongga hati yang kosong iman dan takwa.

Terlalu banyak persoalan di bumi ini yang harus dijadikan sorotan ketimbang mengkhayalkan hal-hal yang memang tidak pasti. Hidup ini tidak hanya tentang diri sendiri. Ingat pula, si dia juga bukan oksigen yang tanpanya akan membuatmu mati tanpanya.

Masih juga g-a-l-a-u ?
Stop. Yuk hijrah. Yakinlah takdir akan mempertemukan sesuatu dengan pemiliknya. Bahasa populernya, tulang rusuk tak akan tertukar. Siapapun engkau, semoga kita kelak disatukan dalam mahligai indah dengan keadaan sakinah.  Di saat yang tepat dan semoga disegerakan.

Di masa muda ini, waktu terlalu berharga dilewatkan hanya dengan kegalauan, kebimbangan dan ketidakpastian angan angan. Perempuan itu harus hebat dan bermartabat. Harus cerdas dan berkelas.

Apalagi yang ngakunya muslimah. Wah, berat itu tugasnya. Harus bersinar layaknya permata, yang tak sembarang orang dapat menyentuhnya. Be positive and start amal sebanyak-banyaknya.

Semoga selalu diberkahi setiap langkah ke depannya.
Semoga amal lebih berat dibandingkan khayal.
Semoga dosa lebih ringan dibandingkan keluhan.
Semoga masa muda ini banyak mengumpulkan bekal buat di alam kekal.
Semoga sibuk yang dilakukan berbuah amal kebaikan yang membaikkan kehidupan, baik di dunia hingga akhirat yang jadi tujuan. Amal untuk diri sendiri, amal utk orang tua dan bermanfaat bagi orang lain.

Yaa muqollibal qulub tsaabit qolbi 'ala dinnik. Yaa Rabbul Izzati, tetapkan hati ku dalam kecintaan-Mu. Aamiin. Stop khayal! Start amal. Lets go muslimah!.

***